header

Penjualan Sepeda Motor Akan Tembus 500.000 Unit

>> 31 Juli 2009

Sungguh fantastis 500.000 unit alias setengah juta motor diperkirakan bakal berlalu lalang di jalanan hanya dalam tempo satu bulan (Kompas 27/07/2009) , artinya rata rata tiap hari sekitar 16.666 unit motor yang berpindah ke tangan konsumen. Di Jakarta saja saat ini pengajuan permintaan STNK baru untuk motor sekitar 1.500 buah per hari, artinya dalam satu bulan sekitar 45.000 motor merangsek mencari jalur di jalanan kota Jakarta yang semakin sesak. Tidak menyisakan sedikitpun space buat sepeda dan pejalan kaki.

Read more...

Sekolah Kehidupan

>> 12 Juli 2009

Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina, demikian sebuah hadist Nabi mengatakan. Maksudnya adalah belajar tidak mengenal waktu dan tempat, kapanpun dan dimanapun proses menjadi lebih pintar dan bijaksana dapat dilakukan. Hal itulah yang coba ditanamkan pada anak anak SD Regina Pacis Bogor 7 Mei 2009 silam . Sebuah pemandangan yang menarik perhatian saya di gerbong nomor 2 KRL Pakuan Exspres tujuan Bogor - Jakarta Kota. Ketika kereta menunggu diberangkatkan, naiklah serombongan pengamen ke atas gerbong. Saat bersiap untuk memulai aksi gerbongnya -aksi panggung kan kalo dilakukan di panggung- tiba-tiba tiga bocah tanggung muncul dan berkata "Bang boleh ikut ngamen ya" dan tanpa sungkan ketiganya mengeluarkan properti, kicrikan (bahasa jawa, saya malas mencari padanan kata bahasa Indonesianya) dan langsung in action. Dua buah lagu ST 12 pun mengalun diiringi hentakan kicrikan dan sesekali lengkingan vocal polos mereka. Selesai beraksi, topi buat menampung recehan pun mereka edarkan. Saya mengeluarkan selembar ribuan dan memasukkan kedalamnya. Sambil lalu saya iseng bertanya Dik, kok ikutan ngamen emang nggak malu? . Dan jawaban yang keluar dari mulut bocah itu sungguh membuat saya speechless, Lho ngapain malu om, ini kan cari duit halal bukan nyolong atau korupsi. Ironis, sebuah kearifan dan kedewasaan muncul bukan dari orang yang mengaku sudah dewasa, justru dari mereka yang selalu kita anggap anak ingusan, bocah kemaren sore.

Seandainya semua orang dewasa seperti mereka




Read more...

Mampir Pulang

>> 11 Juli 2009

Minggu kemaren sempet pulang kampung ke desaku yang tercinta, Malebo Kandangan Temanggung. Sengaja perjalanan ke sana dibuat sambung-menyambung menjadi satu, seperti layaknya backpacker (hehehehe cita-cita yang belum kesampaian nih). Pesawat Lionair take off dari Bandara Soetta jam 06.30 dan landing di Bandara Adi Sucipto jam 07.30 lanjut dengan carter taksi ke terminal Jombor, damn muahal banget Rp 60.000 hehehehe apa boleh buat sejak jaman kuliah di jogja 10 tahun yang lalu sampe sekarang memang sangat susah mencari taksi yang mau pake argometer, kebanyakan pasti minta borongan. Sempet kepikiran mo naek Tranjogja alias Busway ala Jogjakartahadiningrat, tapi nyari haltenya di bandara ngak ketemu. Atas nama mengenang memori jaman kuliah, saya memutuskan naik bis patas dari Jombor ke Magelang. Bis patas Nusantara jurusan Jogja-Semarang, ongkosnya Rp 14.000 sampe Magelang. Padahal dulu jaman kuliah cuma cenggo alias Rp 1.500 .

Perjalanan dari terminal Magelang menuju kota Temanggung Bersenyum ditempuh kurang dari satu jam pake bus kecil kayak metromini. Bus-bus ini melayani trayek Magelang-Wonosobo PP dan Magelang-Sukorejo PP. Destination point di Maron, Temanggung dengan ongkos Goceng alias Rp 5.000.


Dari pertigaan maron menuju desaku yang tercinta harus naik angkudes alias Angkutan pedesaan warna merah Jalur 2. Ada tiga jalur angkudes yang biasa ngetem di pertigaan Maron. Jalur 1 melayani trayek Temanggung - Kandangan - Tepusen - Kaloran PP. Jalur 2 melayani Temanggung-Kandangan-Malebo-Gemawang PP. Jalur 3 melewati Temanggung -Kandangan-Rawaseneng PP. Ongkosnya rata-rata Rp 2.500 - Rp 3.000 tergantung jarak. Karena kelamaan ngetem, dari maron sampai desaku tercinta butuh waktu 30 menit padahal jaraknya cuma 9 kilometer dan biasanya hanya 15 menit. Yang menarik perhatian saya kali ini ada yang sedikit berubah dari angkudes-angkudes ini. Hampir semuanya tidak pake kenek /kernet alias cuma ada sopir saja. Padahal dulu kala setiap angkudes selalu punya kenek. ternyata sepinya penumpang memaksa pemilik angkudes menerapkan kebijakan memPHK-kan kenek supaya penghasilannya tidak berkurang jauh. Usut punya usut sepinya penumpang, yang sebagian besar anak sekolah dan pedagang pasar karena mewabahnya motor kriditan sampai ke pelososk desa termasuk desaku. Atas alasan kepraktisan orang desapun lebih memilih naik motor ketimbang harus ngangkudes.

Read more...
Bike To Work

  © Free Blogger Templates Autumn Leaves by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP